https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYaioyKLUlTdG5C6VczkZdV1KCNa4nK7CRABluN9fhXsbfGJcBOc9JrOPyTMzxGXnFnfcuvGWE1ywAYPL9y1BEZ0OHpRHPM6Ac4Qm62p7pqn8uiYBE_SYXWZLFIJiEXChXI5bQKw1w_3Q/s128-no/Loading3.GIF Naruto  Rasengan

Selasa, 18 November 2014

PENERAPAN DAN PELANGGARAN HUKUM YANG TERJADI DI INDONESIA

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyesalkan kembali diterapkannya hukuman mati. Pada hari Minggu dini hari, 20 Maret 2005, Astini menjalani eksekusi hukuman mati di Jawa Timur. Dia menjadi   orang keempat yang dieksekusi mati dalam kurun 1 tahun terakhir, tiga lainnya dieksekusi di Sumatra Utara untuk kasus narkoba. Sementara di kedepannya masih ada 53 orang terpidana mati –sebagian besar untuk kasus pidana narkoba dan terorisme- yang belum dieksekusi, bila mengacu pada data dari Jaksa Agung RI.
Sebagai salah satu organisasi HAM di Indonesia, Kontras menentang keras pelaksanaan hukuman mati (death penalty/capital punishment). Ada 2 alasan dasar mengapa KontraS menolak hukuman mati.   Pertama , atas dasar prinsip hukum HAM   yang mengutamakan nilai kemanusian di atas hukum positif apa pun. Kedua , atas dasar realitas politik hukum di Indonesia yang masih tidak netral dan korup.
Atas dasar prinsip kemanusiaan yang tercantum dalam berbagai hukum/perjanjian   HAM internasional -di mana Indonesia juga menjadi negara pesertanya- hukuman mati harus ditolak dalam hal:
1. Hukuman mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi manusia yang paling penting, yaitu hak untuk hidup ( right to life ). Hak fundamental ( non-derogable rights) ini merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, atau dibatasi   dalam keadaan apapun, baik itu dalam keadaan darurat, perang, termasuk bila seseorang menjadi narapidana. Indonesia sendiri ikut menandatangani Deklarasi Universal HAM   dan beberapa waktu lalu Presiden SBY telah berkomitmen akan menandatangani Kovenan Internasional Hak Sipil Politik, keduanya secara jelas menyatakan hak atas hidup merupakan hak setiap manusia dalam keadaan apapun dan adalah kewajiban negara untuk menjaminnya.

2. Hukuman mati memiliki turunan pelanggaran HAM serius lainnya, yaitu pelanggaran dalam bentuk tindak penyiksaan (psikologis), kejam dan tidak manusiawi. Hal ini bisa terjadi karena umumnya rentang antara vonis hukuman mati dengan eksekusinya berlangsung cukup lama. Tragisnya Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dan mengadopsinya menjadi UU Anti Penyiksaan No.5/1998.

3. Penerapan   hukuman mati di Indonesia juga bertentangan dengan perkembangan peradaban bangsa-bangsa di dunia saat ini. Amnesty Internasional , mencatat hingga 1 Oktober 2004 lalu, terdapat 118 negara –dengan rata-rata pertambahan 3 negara tiap tahun- yang telah menghapuskan hukuman mati, baik melalui mekanisme hukum maupun praktek konkrit. Bahkan dari jumlah di atas, 24 negara memasukkan penghapusan hukuman mati di dalam konstitusinya. Wilayah yang negaranya paling aktif menghapus praktek hukuman mati adalah Afrika, yang memiliki kultur, sistem politik, dan struktur sosial yang mirip dengan Indonesia. Penghapusan hukuman mati   -baik melalui mekanisme hukum atau politik- di Indonesia pasti meninggikan martabat Indonesia di mata komunitas internasional.
Atas dasar pertimbangan   politik hukum di Indonesia, hukuman mati harus ditolak karena:

1. Karakter reformasi hukum positif Indonesia masih belum menunjukkan sistem peradilan yang independen, imparsial, dan aparatusnya yang bersih. Bobroknya sistem peradilan bisa   memperbesar peluang hukuman mati lahir dari sebuah proses yang salah. Kasus hukuman mati Sengkon dan Karta yang lampau di Indonesia bisa menjadi pelajaran pahit buat kita. Hukum sebagai sebuah institusi buatan manusia tentu tidak bisa selalu benar dan selalu bisa salah. Bahkan menurut riset Amnesty Internasional, di Amerika Serikat (sejak 1973) sekalipun telah terjadi kesalahan sistem judisial terhadap 116 orang terpidana mati.

2. Dari kenyataan sosiologis, tidak ada pembuktian ilmiah hukuman mati akan mengurangi tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati telah gagal   menjadi faktor determinan untuk menimbulkan efek jera, dibandingakan dengan jenis hukuman lainnya.   Kajian PBB tentang hubungan hukuman mati ( capital punishment) dan angka pembunuhan antara 1988-2002 berujung pada kesimpulan hukuman mati tidak membawa pengaruh apapun terhadap tindak pidana pembunuhan   dari hukuman lainnya seperti hukuman seumur hidup. Meningkatnya kejahatan narkoba, terorisme, atau kriminal lainnya tidak semata-mata disebabkan oleh ketiadaan hukuman mati, namun oleh problem struktral lainnya seperti kemiskinan atau aparat huku/negara yang korup. Bahkan untuk kejahatan terorisme hukuman mati umumnya justru menjadi faktor yang menguatkan berulangnya tindakan di masa depan. Hukuman mati justru menjadi amunisi ideologis untuk meningkatkan radikalisme dan militansi para pelaku.

3. Praktek hukuman mati di Indonesia selama ini masih bias kelas dan diskriminasi, di mana hukuman mati tidak pernah menjangkau pelaku dari kelompok elit yang tindak kejahatannya umumnya bisa dikategorikan sebagai kejahatan serius/luar biasa. Para pelaku korupsi, pelaku pelanggaran berat HAM dengan jumlah korban jauh lebih masih dan merugikan ekonomi orang banyak tidak pernah divonis mati.    

4. Penerapan hukuman mati juga menunjukkan wajah politik hukum Indonesia yang kontradiktif. Salah satu argumen pendukung hukuman mati adalah karena sesuai dengan hukum positif Indonesia. Padahal semenjak era reformasi/transisi politik berjalan telah terjadi berbagai perubahan hukum dan kebijakan negara. Meski hukuman mati masih melekat pada beberapa produk hukum nasional, namun reformasi hukum juga menegaskan pentingnya hak untuk hidup. Pasal 28I ayat (1) UUD '45 (Amandemen Kedua) menyatakan:
hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui   sebagai pribadi di hadapan umum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun ”.

5. Sikap politik pemerintah terhadap hukuman mati juga bersifat ambigu. Beberapa waktu lalu pemerintah mengajukan permohonan secara gigih kepada pemerintah Arab Saudi untuk tidak menjalankan hukuman mati kepada Kartini, seorang TKW, dengan alasan kemanusiaan. Namun hal ini tidak terjadi pada kasus hukuman mati WNA di Sumatra Utara tahun lalu dan Astini kemarin ini.
Berdasarkan uraian diatas tersebut KontraS mendesak:
Untuk menghentikan berlangsungya eksekusi bagi terpidana hukuman mati dalam waktu dekat, perlu adanya upaya intervensi politik dari Presiden.
Secara strategis   jangka panjang, perlu dilakukan pencabutan   hukuman mati di berbagai produk hukum Indonesia, mulai dari KUHP hingga UU yang relevan.
Presiden harus segera menandatangani/mengaksesi Kovenan Internasional Sipil Politik, berikut   kedua Protokol Tambahannya (Optional Protocol I & II).
Menyerukan kepada masyarakat luas untuk membuat petisi menolak pemberlakuan hukuman mati ke Presiden/DPR.  






SUMBER :http://www.kontras.org/hmati/index.php?hal=pers&id=41

PANDANGAN STRATIFIKASI DI INDONESIA


1. pandangan saya adalah stratifikasi sosial kerap dilakukan tanpa pertimbangan kemanusiaan dan rasa keadilan. Dalam stratifikasi tertutup, seseorang dibagi tinggi rendah kastanya hanya berdasarkan keturunan, bukan atas prestasinya. Sementara dalam stratifikasi terbuka, masing-masing individu dipaksa untuk berkompetisi, namun tidak dalam ruang kompetisi yang sehat. Stratifikasi sosial tidak perlu ada karena hanya akan memicu kesenjangan dan kecemburuan sosial, serta tidak memegang prinsip keadilan dan kesamarataan antar sesama manusia. 
2, Di Indonesia sistem stratifikasinya terbuka dalam artian setiap orang dapat berpindah kasta/kedudukan sesuai dengan usaha dan pencapaiannya. 
3 Saya pernah tinggal di Makassar 8 tahun. Dari pandangan saya mobilitas penduduk kota Makassar lebih cenderung pada perubahan tempat tinggal. Sebagian penduduk kota Makassar adalah pendatang, baik dari daerah sekitar (Sulsel, Sulbar dan Sultra) maupun dari daerah-daerah yang lebih jauh seperti dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Mobilitas ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup. Kadang mobilitas ini dibarengi oleh pernikahan antar suku yang mulai lazim dilakukan di Makassar. Ada pun perubahan status sosial berupa perubahan nama belum dilakukan di daerah ini mengingat suku Bugis-Makassar yang merupakan mayoritas kota ini memiliki sistem gelar kebangsawanan yang ketat dan dijunjung tinggi semua warga.







sumber : https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20111016013028AASWfHe

Peranan Pemuda dalam Perkembangan Negara


   PEMUDA merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan, peran pemuda dalam membangun bangsa ini sangat diperlukan untuk suatu bangsa.

Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan Negara. Satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa merupakan sumpah pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Begitu kompaknya pemuda Indonesia pada waktu itu, dan apakah semangat pemuda sekarang sudah mulai redup, seolah dalam kacamata negara dan masyarakat seolah-olah atau kesannya pemuda sekarang malu untuk mewarisi semangat nasionalisime.

Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini. Peranan pemuda dalam sosialisi bermasyrakat sungguh menurun dratis, dulu biasanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara. Dengan penuh harapan kami pemuda-pemudi Indonesia bisa membangun dan memajukan Indonesia menjadi yang lebih baik.

Internalisai belajar dan Sosialisasi

Internalisasi adalah perubahan dalam masyarakat. Sedangkan Sosialisasi adalah suatu peroses yang mempelajari tentang norma – norma masyarakat yang akan membentuk keperibadiannnya dilingkungan masyarakat. Jadi jika tidak adanya Internalisasi dan Sosialisasi didalam lingkungan masyarakat. Maka tidak akan ada perubahan dilingkungan itu. Adapun dikaitkan dengan proses sosialisasi.

Generasi muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat ikut serta dalam mengisi pembangunan yang kini sedang berlangsung, pemuda di Indonesia sangat beraneka ragam dari sabang sampai merauke.
      Ada 3 kategori dalam mengelompokan generasi muda berdasarkan umur dan lembaga serta luang lingkup tempat pemuda berada: 

Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah.
Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi.
Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 –  
30 tahun keatas.

Generasi muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan yang perlu diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan semua pihak.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia antara lain sebagai berikut :

1. Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. tingkat pengangguran tinggi dan menjadi beban  

    bagi keluarga maupun negara.

2. Penyalahgunaan Obat Narkotika dan Zat Adiktif lainnya yang merusak fisik dan mental  

    bangsa.

3. Masih adanya anak-anak yang hidup menggelandang.

4. Pergaulan bebas yang merujukkan pada penyimpangan perilaku (Deviant   behavior).

5. Masuknya budaya barat (Westernisasi Culture) yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa

    kita yang dapat merusak mental generasi muda.

6. Perkawinan dibawah umur yang masih banyak dilakukan oleh golongan masyarakat,

    terutama di pedesaan.

7. Masih merajalelanya kenakalan remaja dan permasalahan lainnya.

Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda dalam Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan yang tertuang pada nomor : 0323/U/1978 tanggal 28 oktober 1978. Bertujuan agar semua pihak yang tikut serta dan yang berkepentingan untuk penanganannya harus benar-benar menggunakannya sebagai pedoman agar pelaksanaanya dapat terarah dan menyeluruh serta dapat mencapai sasaran dan tujuan yang dimaksud.
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan Pancasila, Undang-undang dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, Sumpah Pemuda dan Proklamasi, Tata nilai ditengah masyarakat.
Untuk mencapai pembinaan dan pengembangan bagi generasi muda yang diinginkan dapat kita laksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.
Melakukan pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda.
Melaksanakan pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di lingkungannya secara           terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
Menyelenggarakan kegiatan pengembangan kewirausahaan untuk generasi muda di
         lingkungannya.

   5.   memupuk kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial

        yang kreatif, kreatif, edukatif, ekonomis dan produktif. 

   6.  menggunakan sumber dan potensi di lingkungannya secara berswadaya secara tanggung

        jawab.

  7.   menguatkan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.

  8.   menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.

 sangat diperlukan penataan kehidupan pemuda agar mereka mampu melaksanakan peranan yang penting dalam masa depan sekalipun, bahwa masa depan tersebut tidak berdiri sendiri, dan mereka dapat menjadi generasi muda yang membanggakan bangsa dan negara.

Proses Sosialisasi

                  Proses Sosialisasi ada 4 yaitu:

-          Tahapan Persiapan > Tahapan ini ilakukan sejak manusia dilahirkan, pada saat anak – anak mulai mempersiapkan dirinya untuk mengenal dunia sosialisasi dari lingkungan rumah, media dan tempat – tempat yag disinggahinya dengan cara meniru walaupun tidak sempurna.

-          Tahapan Meniru > Di mana seorang anak yang mulai sempurna untuk meniru apa yang dilakukan orang      

           dewasa. Dia mulai mengetahui namanya, nama orang tuanya, dan apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

-          Tahapan Siap Bertindak > Tahapan ini memulai seorang anak yang hanya meniru menjadi seorang diri yang    

           dia inginkan, menyadari adanya suatu norma yang ada dirumah maupun dilingkungannya, dan mulai  

           mendapatkan kompleks yang harus dihadapinya didalam bersosialisasi.

-          Tahapan Norma Kolektif  > Tahapan ini sudah dianggap dewasa karna didalam dirinya sudah tau sepenuhnya

           apa itu arti norma dalam kehidupanyang sebenarnya, memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap orang yang iia

           kenal maupun orang yang iia tidak kenal dalam arti Masyarakat Luas.

           Disamping itu pembinaan generasi muda juga ada pengertian pokoknya.

           Dua Pengertian Pokok Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda.

           Pengertian pokok pembinaan dan pengembangan Generasi Muda ada dua yaitu:

-          Generasi Muda sebagai Subyek

-          Generasi Muda sebagai Obyek

            Generasi Muda subyek adalah mereka yang telah dibekali ilmu dan kemampuan  

            serta landasan untuk dapat mandiri dalam menyelesaikan masalah – masalah  

            yang dihadapi bangsa, dalam rangka kehidupan berbangsa bernegara serta

            pembangunan nasional.

            Generasi Muda Obyek adalah mereka yang masih memerlukan bimbingan yang   

            mengarah kan kepada pertumbuhan potensi menuju ke tingkat yang maksimal

            dan belum dapat mandiri secara fungsional di dalam kehidupan berbangsa dan

            bernegara serta pembangunan nasional

            Masalah – masalah Generasi Muda

            Banyak sekali masalah – masalah yang ada dikalangan generasai muda.

      Contohnya :

-           Menurunnya jiwa idealisme, patriorisme dan nasionalisme dikalangan generasi  

            muda.

-          Kurangnya Gizi yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan generasi muda.

-          Kawin Muda, Pergaulan Bebas, Meningkatnya Kenakalan Remaja (Tauran, Mabuk – mabukan, ganja, Narkoba).

-          Belum adanya peraturan UUD yang menyangkut tentang Generasi Muda. 

Tanggapan dalam kasus ini adalah sudah saatnya generasi muda era ini harus menunjukkan jiwa sosialnya, dan lebih mencintai lingkungan sekitar bukan hanya untuk bersengang-senang dengan dunianya, apalagi sampai ada yang terjerumus kedalam contoh diatas. Buktikan bahwa pemuda Indonesia peduli dengan negaranya, seperti kutipan Bung Karno “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.” Sudah jelas disini beliau membangkitkan semangat membaranya untuk para pemuda Indonesia, untuk memajukan bangsa, bukan malah merusaknya. Contoh diatas adalah salah satu kerusakan pemuda yang makin hari makinmenjamur.Saran saya agar pemerintah lebih memperhatikan masa depan pemuda. Lebih mengayomi masyarakat Indonesia yang sudah diracuni oleh kebodohan yang sudah merajalela. Dan gerakan ini bukan hanya pemerintah saja yang turun tangan, jika pemertintah sudah memberikan fasilitas, jalan keluar, atau solusi yang baik utnuk para pemuda, tetapi para pemudanya iotu sendiri tidak mau berubah dengan sikap mereka, bagaikan menangkap angin. Tidak ada hasil, yang ada hanya sia-sia.



sumber  :http://gitaasaputri.wordpress.com/2013/12/12/peranan-pemuda-dalam-sosialisasi-internalisasi-belajar-dan-pembinaan-pengembangan-generasi-muda/